Kata Amin berarti suatu yang pasti, sungguh-sungguh dan tidak mungkin salah. Ini adalah perkataan dari Tuhan kita karena Dia adalah Sang Amin sendiri.
Surat kepada jemaat di Laodikia adalah surat yang paling keras dan sangat keras, lebih keras dan sadis dari surat kepada jemaat di Sardis. Seluruh surat dari gereja di Laodikia adalah teguran yang sangat keras dan menggetarkan hati dari Sang Amin, saksi yang setia itu, seperti yang dikatakan dari ayat 16 dan 17 di kitab Wahyu 3.
Kita harus mengerti metaphor tentang suam-suam kuku, yang berarti tidak dingin dan tidak panas. Didalam konteks saat itu, Laodikia adalah kota yang sangat strategis dan maju secara perekonomian, perdagangan, perbankan dan adanya sekolah kedokteran yang terkenal.
Akan tetapi kota Laodikia mempunyai masalah besar, adalah air. Sungai Laikus yang mengalir di kota Laodikia adalah percampuran dari sumber air panas yang mempunyai nilai pengobatan dari kota Hirapolis di sebelah utaranya kota Laodikia dan sumber air dingin yang segar dan murni dari pegunungan di sekitar kota Kolose di sebelah timurnya kota Laodikia. Percampuran air panas dan air dingin di sungai Laikus itu menghasilkan airnya yang butek dan mirip dengan lumpur putih, sehingga air di kota Laodikia tidak bisa diminum karena rasanya sangat tidak enak dan membuat mual. Konteks ini adalah gambaran dari Tuhan pada waktu itu untuk para jemaat di kota Laodikia, seperti yang dimaksud dari ayat 16.
Di ayat 17 memberi penjelasan yang dimaksudkan oleh Tuhan. Jemaat di kota Laodikia adalah jemaat yang sangat terpengaruh. Kota Laodikia saat dilanda gempa pada waktu itu, tidak memerlukan bantuan dalam bentuk apapun. Itu dikarenakan oleh kekayaan yang sangat besar yang dihasilkan dari perekonomian kota itu. Dengan kekayaan yang sangat besar itu serta kekuatan sendiri, kota itu mempunyai abilitas untuk bisa membangun kotanya sendiri tanpa bantuan apapun dari luar dan tidak membutuhkan apa-apa lagi. Dengan adanya kekayaan yang sangat besar itu, mereka merasa hebat dan tidak kekurangan apapun. Ini adalah suatu kondisi sosial yang disebut dengan “affluenza”. Penulis bernama Anne Surkanov menulis bahwa “affluenza” adalah suatu penyakit sikis, seperti merasa terisolasi, kehidupan yang membosankan, tidak ada tujuan hidup dan kehilangan motivasi yang terjadi kepada orang-orang dewasa, remaja dan anak-anak dikarenakan mereka mempunyai kekayaan yang sangat besar. Dengan kekayaan, mereka bisa membeli apapun dan tidak membutuhkan apa-apa. Tarikan oleh uang itu, “the power it gives, the pride it feeds” memberikan suatu arti bahwa dengan kekuatan uang itu, perkara / masalah akan selesai. Itu juga adalah suatu kesombongan yang dirasakan oleh jemaat di kota Laodikia.
Sang Amin, saksi yang setia dan benar itu perlu membongkar keadaan jemaat di kota Laodikia yang sesungguhnya. Tuhan Yesus berkata, “tetapi engkau tidak tahu bahwa engkau sesungguhnya malang, miskin, buta, telanjang”. Ini penilaian yang sangat keras kepada jemaat dan keadaan jemaat yang sesungguhnya meski mereka tidak mengutamakan Tuhan. Inilah jemaat yang merasa tidak kekurangan apa-apa tetapi mereka tidak punya apa-apa. Mereka masih datang ke gereja tetapi hati mereka jauh dari Tuhan, hatinya suam-suam kuku, tidak ada kasih yang menggebu-gebu untuk Tuhan.
Panggilan Tuhan untuk meninggalkan kolam yang bocor yang tidak bisa menahan air diibaratkan dengan mencari suatu kepuasan yang sebentar-bentar habis. Tuhan Yesus berkata, “datanglah kepadaku” supaya mendapatkan air yang hidup. Panggilan ini juga digambarkan di ayat 20, ini adalah gambaran dari “sovereign grace of our Lord”. Hidup kita adalah sebuah rumah yang ada pintu untuk diketuk dari seorang yang mau memberikan anugerah untuk kita.