Sebelum perjalanan ini Yesus sedang berkhotbah di Kapernaum yang adalah sebuah kota di barat laut Galilea. Yesus ingin menyeberangi danau Galilea untuk sampai ke Dekapolis dan Dia ingin menghabiskan waktu dengan murid-muridNya jauh dari publik. Dalam keramaian 2 orang meminta untuk mengikut Yesus, yang satu adalah seorang ahli taurat dan satu lagi adalah seorang murid. Seringkali disalahpahami bahwa sang ahli taurat adalah orang yang jahat dan murid adalah orang yang baik. Seperti yang kita tahu, ahli taurat dan orang Farisi dan Saduki seringkali disebut sebagai musuh Yesus dalam kisah Injil karena banyak dari mereka menjalani hidup yang munafik. Perilaku mereka termotivasi oleh ketamakan mereka terhadap kedudukan dan kuasa dan yang lebih parah mereka menolak Yesus sebagai Mesias yang dijanjikan dan pada akhirnya mereka akan membunuh Dia. Kalau ahli taurat adalah orang jahatnya maka orang kedua adalah orang yang baik bukan? Matius pun menyebutnya seorang murid dan Yesus juga menginginkan orang ini menjadi muridNya karena Yesus mengatakan ikutlah Aku. Namun sepertinya ini salah, karena ayat 21 tidak hanya menyebut orang kedua sebagai seorang murid tetapi Matius menyebutnya sebagai salah seorang dari para murid yang artinya dia adalah murid kedua yang disebut dalam perikop ini. Murid pertama yang dimaksud tidak lain adalah ahli taurat yang sebelumnya dibicarakan. Ketika murid Yesus menyadari bahwa Yesus adalah anak Allah sang pencipta, kenyataan ini mengubah arti menjadi murid Yesus setelah kenaikan Kristus. Murid Yesus menjadi sebuah sebutan teknis kepada mereka yang mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan dan yang menyerahkan diri mereka kepadaNya. Tetapi kata murid (disciple) aslinya adalah kata umum yang serupa dengan kata pelajar (student). Matius sepertinya menggunakan kata murid ini dengan lebih bebas untuk mengacu pada orang-orang yang belajar kepada Yesus. Menurut definisi ini, ahli taurat yang memanggil Yesus guru akan dianggap sebagai murid. Penggunaan ini dikontraskan oleh Markus dengan penggunaan kata murid (disciple) di surat Injilnya karena dia menggunakannya untuk mengacu hanya kepada para rasul. Tapi ada masalah lain, jika kedua orang ini dianggap sebagai murid Yesus, bagaimana kita menjelaskan perlakuan Yesus yang berbeda terhadap kedua murid ini? Mengapa Yesus berkata kepada yang kedua ikutlah aku tetapi tidak kepada yang pertama? Satu hal yang pasti, ini bukan karena level komitmen mereka. Sang ahli taurat lebih berkomitmen dan lebih tidak ambigu, dia terus terang berkata aku akan mengikut engkau kemana saja engkau pergi. Dibandingkan dengan sang ahli taurat, murid kedua agak lebih ragu. Dia ingin ikut Yesus tetapi dengan 1 kondisi, dia akan pergi menguburkan ayahnya terlebih dulu lalu dia akan menyusul Yesus dan mengikutNya. Cara yang paling baik untuk mengerti ini adalah menyadari bahwa keduanya adalah sama-sama murid Yesus tapi keduanya tidak benar-benar menunjukkan apa arti menjadi murid Yesus yang sejati dan karena mereka salah mengerti dalam cara yang berbeda Yesuspun memberi tanggapan yang berbeda. Dalam kedua skenario, Yesus menyetujui keinginan mereka untuk mengikut Dia tetapi karena murid pertama ahli taurat sudah dengan jelas mengatakan dia ingin mengikut Yesus, Yesus tidak lagi mengajak dia untuk mengikutNya. Dan karena murid kedua tidak secara langsung mengekspresikan keinginannya untuk mengikut Yesus, Yesuslah yang mengajaknya. Jika kita berpikir Yesus menolak ahli taurat karena dia adalah ahli taurat dan mengundang orang kedua untuk menjadi muridNya karena dia bukanlah ahli taurat, kita akan melewatkan pengajaran Matius yang sesungguhnya ingin diajarkan. Hanya dengan menyadari Yesus menginginkan keduanya menjadi muridNya dan bahwa tanggapan Yesus tidak bersifat meremehkan tetapi memperbaiki, barulah kita bisa menyadari kita juga harus belajar sesuatu mengenai pemuridan dari kisah kedua murid yang keliru ini.
Ketika ahli taurat menyadari bahwa Yesus akan segera meninggalkan Kapernaum dengan kapal dan bahwa kapal itu terbatas, diapun menghampiri Yesus dan dengan berani berkata guru aku akan mengikut engkau kemana engkau pergi. Kenapa ahli taurat meminta untuk mengikut Yesus? Pada zaman Yesus, orang Yahudi sudah menciptakan sistem edukasi yang disebut sistem kerabian. Di dalam sistem ini, rabi yang adalah guru akan menginterpretasikan kitab Taurat dan mengajarkan kepada orang-orang cara hidup yang sesuai dengan Taurat, tetapi rabi Yahudi biasanya memiliki murid-murid terdekat yang berbeda dari orang-orang lainnya. Untuk menjadi murid terdekat, orang itu harus secara sukarela mengabdikan dirinya di bawah otoritas sang rabi sehingga rabi itu menjadi tuan dan guru baginya. Dalam konteks modern pemuridan kerabian ini mirip dengan ketika seorang profesor dan pelajar tinggal bersama-sama di asrama untuk beberapa tahun. Nantinya Yesus akan mengambil konsep ini dan mengaplikasikannya kepada semua orang Kristen, dalam arti lain, semua orang yang mengikut Yesus harus berada dalam lingkaran dalam ini. Hal ini akan diperjelas pada pasal terakhir Matius, pergilah dan jadikanlah semua bangsa muridKu. Jadi masuk akal sekarang mengapa ahli taurat meminta untuk mengikut Yesus, sepertinya dia ingin menjadi murid Yesus. Tetapi ketika kita melihat jawaban Yesus, Yesus seperti menolak permintaannya secara tidak langsung. Sang ahli taurat tidak meminta Yesus untuk menjadikan dirinya menjadi salah satu dari 12 murid yang nantinya menjadi para rasul, dapat dipastikan Yesus memiliki lebih dari 12 murid. Pada saat itu Yesus belum menunjuk kedua belas murid. Terlebih lagi kita diberitahu di Lukas 10, pada satu titik Yesus mengutus 70 murid untuk melayani dalam namaNya. Jadi alasan Yesus mengatakan hal ini bukan karena tidak ada lagi tempat di 12 posisi, jadi apa yang hendak Yesus katakan? Yesus sedang melukiskan gambaran yang lebih realistis apa artinya mengikut Yesus. Yesus diutus ke dalam dunia untuk misi yang besar dan waktu terus berjalan dan karena misiNya Yesus harus terus berpergian dan tidak ada kepastian bahwa akan ada tempat yang nyaman bagiNya untuk bermalam. Bahkan dalam perikop selanjutnya Yesus akan tidur di kapal di Tengah badai. Jika ahli taurat akan mengikut Dia, ini akan berdampak besar pada hidupnya. Tanggapan Yesus kepada ahli taurat bukanlah persetujuan maupun penolakan, Yesus hanya menujukkan kenyataan bahwa pemuridan yang sejati itu menyakitkan dan seorang tidak seharusnya masuk dengan gegabah tanpa memikirkan harga yang harus dibayar. Pada zaman Yesus, ahli taurat adalah orang yang cukup berada, dia juga biasanya memiliki kedudukan yang cukup menonjol dalam masyarakat. Yesus sedang memperingati ahli taurat untuk tidak terlalu percaya diri dalam kesediaannya untuk mengorbankan keamanan dan kenyamanan untuk menjadi pengikut Yesus. Kita juga seringkali mentaksir lebih kemampuan kita dalam mengikut Yesus dan meremehkan kesulitan dalam mengikut Yesus bahkan terkadang ketidaknyamanan kecil dalam mengikut Yesus dapat menjadi berat bagi kita. Dalam kondisi spiritual seperti itu, kepercayaan diri kita tidak berdasar dan tidak terbukti. Kepada ahli taurat ini Yesus menantang dia untuk meninggalkan kenyamanan dan keamanannya yang dilambangkan dengan sebuah rumah. Tidak ada yang salah dengan menginginkan sebuah atap di atas kepalamu tetapi hal ini bukanlah suatu jaminan bagi orang yang mengikut Yesus. Mengikut Yesus berarti menandatangani kontrak dengan syarat yang diberikan Yesus dan tidak ada ruang untuk bernegosiasi. Tidak ada ruang bagi kita untuk mengajukan syarat dan ketentuan kita sendiri. Bagi Petrus yang menyangkal Yesus 3 kali, tantangan terakhir Yesus baginya adalah untuk menyerahkan nyawanya sendiri, ini tertulis dalam Yohanes 21. Jika kita menempatkan diri kita kepada ahli taurat, apa syarat dan ketentuan yang akan Yesus tantang?
Mari kita lihat murid yang kedua, sebelum Yesus naik ke atas kapal, seorang murid mendapat berita ayahnya meninggal dunia jadi dia menghampiri Yesus dan berkata Tuhan izinkan aku pergi dulu menguburkan ayahku. Menutur hukum seremonial yang tertulis dalam Imamat 1, hanya kerabat dekat yang boleh menyentuh tubuh jenazah dan ini menjadi kebiasaan orang Yahudi bahwa semua anggota keluarga inti harus menghadiri penguburan orangtua mereka dan jika tidak ini akan dianggap sebagai pelanggaran hukum ke-5 sehingga masuk akal bahwa murid itu mau pulang ke rumahnya untuk menghadiri pemakaman ayahnya. Menurut kebiasaan orang Yahudi, apa yang diminta oleh murid itu sangatlah lumrah bahkan terpuji. Tetapi inilah yang dikatakan Yesus, ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka, bagaimana kita harus mengerti hal ini? Satu hal yang pasti, Yesus pasti tidak mengharapkan murid ini untuk menelantarkan keluarganya untuk mengikut Yesus. Dalam bagian lain di Markus 7, Yesus menegur orang-orang Farisi yang melanggar hukum ke-5 karena budaya mereka. Jadi kita tahu Yesus menentang keras orang Farisi yang meniadakan hukum Allah dengan tradisi mereka, maka kita bisa menarik kesimpulan mengikut Yesus tidak akan mengkompromikan kemampuan kita untuk menaati perintah Allah dalam mentaati orangtua kita. Jadi apa tantangan yang Yesus berikan kepada murid ini? Yesus ingin dia memilih prioritas dalam hidupnya. Dia dapat memilih prioritas budaya dan keluarganya atau memprioritaskan Yesus. Budaya Yahudi menuntut seorang anak laki-laki untuk menghadiri pemakaman ayahnya. Ketika seseorang meninggal nyawanya diserahkan ke dalam dunia orang mati, orang mati tidak lagi mungkin berinteraksi dengan orang yang hidup dan tidak mungkin lagi bertobat. Karena Yesus adalah Kristus, Dia menuntut FirmanNya diprioritaskan di atas tuntutan budaya. Karena kehidupan lebih diprioritaskan di atas kematian Yesus memanggil murid-muridNya mengikut Dia untuk menyaksikan zaman yang baru seiring dengan Yesus menyongsong kerajaan surga. Dalam 2 skenario ini Yesus merasakan keraguan mereka membayar harga mengikut Yesus. Meskipun orang itu sudah disebut seorang murid, Yesus masih memanggil dia untuk mengikutiNya. Dia menuntut komitmen yang jauh lebih dalam dari mereka yang ingin mengikut Dia. Apakah kita lebih takut kepada manusia daripada terhadap Allah? Apakah kita lebih ingin memenuhi tuntutan budaya dari keinginan Allah kita? Ahli taurat yang pertama terlalu cepat berkomitmen kepada Kristus sedangkan murid yang kedua terlalu lambat, jauh dalam lubuk hatinya dia memiliki terlalu banyak kekuatiran dalam hidup, terlalu banyak hal yang ia ingin seimbangi, terlalu banyak orang yang ia ingin senangi, hidupnya begitu baik sampai ia bertemu Yesus dan hidupnya hampir kehilangan keseimbangan ketika Yesus meminta dia hanya memilih satu hal. Pada akhir cerita Matius tidak memberi tahu kita tentang tanggapan murid ini, cerita ini dibiarkan menggantung setelah Yesus melontarkan tantanganNya, karena Matius tidak sedang bercerita disini, dia sedang mengajarkan kita sebuah pelajaran dan pertanyaan tersebut dibiarkan tidak terjawab karena mereka dimaksudkan untuk dijawab saudara dan saya. Harga menjadi murid Yesus itu mahal karena Yesus adalah Raja, ini bukanlah rahasia. Yesus tidak menyembunyikan ekspektasiNya dari pengikutNya dan akhirnya banyak yang akan berpaling dari padaNya karena harga yang harus dibayar. Apa yang Yesus katakan tidaklah mudah untuk diterima. Apakah saudara akan menghitung harga yang harus dibayar dengan hati-hati dan mengikutNya tanpa keraguan? Mari kita berdoa.